Gunung Raung memiliki ketinggian 3344 mdpl dan memiliki trek yang menurutku bener bener gila, dengan trek yang terjal dan sangat memacu adrenalin. Perjalanan dimulai dari Jambi pukul 06.00 WIB, keberangkatan dari Bandara Sultan Thaha Jambi menuju Soekarno Hatta Jakarta dan nyambung pesawat ke Malang. Aku sampai di Malang sekitar pukul 15.30 WIB karena transit di Jakarta yang lumayan lama.
Nahh di Malang sih sebenarnya aku udah janjian bakal naik bareng sama si Riji Sihotang anak mapala Caldera Fak. Pertanian Universitas Jambi, yang udah duluan nyampe di Malang. Sesampainya di Malang aku udah ditungguin di bandara sama salah satu teman yang actually aku belum pernah ketemu sama sekali, namanya Mas Fuad anak mapala Impala Universitas Brawijaya dan aku dianterin ke terminal dimana si Riji berada. Tak beralama-lama ketika sampai di terminal mas Fuad nya lansung pulang, katanya sih ada urusan keluarga yang gak bisa ditinggalin. But, thanks you for mas Fuad udah meluangkan waktunya buat jemput aku di bandara.
Kirain bakal nginap dulu di Malang karena mengingat saat aku sampai di terminal Arjosari, Malang udang jam 16.00 WIB. Ehh ternyata si Riji udah mau lansung ngajakin lanjut perjalanan menggunakan bus antar kota menuju ke Kalibaru. Yahh gak apa-apa sih biar sekalian capek kita lanjutin perjalanan dari Malang ke Kalibaru, Lets Go…
Tak terasa sudah berlalu sekitar 10 jam perjalanan didalam bus, dan akhirnya sampai di Kalibaru itu sekitar jam 03.00 WIB. Setibanya di Stasiun Kalibaru aku langsung naik ojek yang dipesenin sama temen kita yang udah duluan sampai menuju ke basecamp Pak Yayan dengan biaya Rp.40.000,- . Basecamp ini termasuk salah satu basecamp yang terkenal di Raung.

Oh ya, more info buat temen-temen yang pada pengen naik Gunung Raung ini biasanya ada paketan gitu, atau ikut open trip, biaya nya sekitar 500 – 800 ribu, itu sudah termasuk jasa guide, simaksi pendakian, ojek PP basecamp – pos 1, webing, alat climbing lainnya sesuai dengan kesepakatan. Untungnya waktu aku naik Gunung Raung kemaren kita punya kenalan yang udah bisa dibilang Guide Professional kali ya bahasanya, namanya Bang Adul asal Jawa Barat tapi udah lama jadi guide di Malang. Jadi pada waktu itu aku dan Riji cuma patungan buat segala biaya pendakian sekitar Rp. 500.000,- semua peralatan udah disiapin sama Bang Adul kita tinggal bawa barang pribadi aja.
Keesokan harinya hari senin, 10 Juni 2019 jam nya aku rada – rada lupa yang jelas pas kita udah siap – siap mau berangkat naik, ojek juga udah pada ngumpul, pas lagi mau breefing di Pos pendakian, ada bule cewek datang sama teman nya dari Bali mau naik juga. Pak yayan lansung manggil lagi nyuruh si Bang adul buat jadi guide tu bule dan si bang Adul nya mau pula. Semua planning yang kita susun bertiga sama si Riji dan bang Adul jadi buyar, kita susun rencana ulang, packing ulang, nambah logistik, karena tu bule nambah ke tim kita. Yang namanya anak sholeh mah ada aja untung nya ya, yang awalnya aku harus patungan 500 ribu perorang sama si Riji jadi GRATIS… karena kita bawa bule yang bayarin semuanya hahaha. Tapi gak enaknya aku dan Riji harus jadi porter barang yang sebegitu banyak. Asal GRATIS gak apa – apa kita gaskeun, akhirnya kita berangkat dari Pos Pendakian ke Pos 1 (Pos pak Sunarya) pada pukul 15.00 WIB sore.

Kemudian kita melanjutkan perjalanan ke pos 1 dan tiba disana sekitar pukul 15.20 WIB.
Nah, setelah
berhenti sejenak dan mengecek semua barang bawaan, kami langsung berangkat dan
memulai pendakian menuju pos selanjutnya.
Perjalanan didominasi kebun kopi, dan jalan setapak dari bongkahan semen yang kita lewati sebelum memasuki hutan. Dulunya kebun – kebun kopi ini adalah hutan pinus yang dikelola oleh Perum Perhutani Jawa Timur, namun waktu silih berganti warga kaki Gunung Raung mulai menggantinya dengan kopi, jadi ya banyak kebun kopi disini.
Trek dari pos 1 ke pos 2 cukup landai tapi jaraknya itu loooh, jauh banget aku saja sampai bosan jalan kaki, ditambah lagi tim saya udah jalan duluan alias niggalin aku diperjalan. Ditengah lebatnya hutan dan perjalan dengan yang sudah semakin gelap, itu yaaa asik sih tapi agak serem juga, untuk sedikit menghilangkan rasa bosan (takut) sepanjang jalan aku memutar musik dengan amat kencang.
Pesan nih buat temen – temen yang perokok berat, jika kalian melakukan pendakian jangan sesekali meninggalkan rokok anda pada teman satu tim, karena anda tidak tau kapan dia akan menghilang dari pandangan anda dan tidak merokok di perjalanan nan gelap gulita dan dingin menusuk ke tulang itu rasanya MAKNYUSS.
Upss sorry disini para pendaki pada nyebut Pos = Camp, Camp 2 ini cukup luas sih, kira kira bisa cukup untuk 15 tenda dan pohonnya pun cukup rimbun. Lagi – lagi didalam kesendirian ini aku behenti sejenak di Camp 2 untuk beristirahat dan makan. Karena di sepanjang perjalanan tadi perutku sudah berbunyi bunyi mengalahkan suara musik yang diputar. Karena disini masih ada sinyal aku menyempatkan sms kepada si Riji untuk berhenti menungguku, tapi apalah daya ku seorang pendaki yang tak bisa berjalan cepat ini, Riji Cuma membalas sms ku dengan jawaban “Jalan aja terus bang, udah dekat” Kamvret.
Menjelang Camp 3 trek masih cukup landai dan sesekali menanjak. Perlahan tapi pasti langkah kakiku terus berjalan hingga akhirnya aku sampai di Camp 3 pada pukul 19.00 WIB, dan semua nya telah berkumpul, tenda sudah berdiri, tinggal masak dan makan sebelum tidur. Maka dari itu teman sebelum melakukan pendakian hendaklah melakukan pemanasan seminggu sebelum perjalanan seperti olahraga lari dan kalo bisa berjalan jauh, agar tubuh kalian terbiasa dengan beban hidup ini dan yang paling penting sih agar tidak merepotkan orang lain haha.
Berhubung udah malam, jadi kita gak ngelanjutin perjalanan lagi dan memutuskan untuk bermalam di Camp 3 ini. Nah di camp 3 ini ada cerita sedikit buat kalian, pas kita semua udah makan, udah kenyang, udah bisa mikir, baru kepikiran buat kenalan sama si bule dan temennya, astaga memang tak berguna hidupku ini. Oke aku kenalin ya si bule namanya Andrea asal Germany dan temen laki – laki nya bang Hendrik pria asal padang cuma udah lama di Bali. Diperjalanan tadi karena aku ketinggalan rombongan jadi gak sempat ngobrol sama temen satu tim, ternyata orang – orang nya pada asik sampai kita goyang bareng sama bang Hendrik, sambil di videoin sama kakak Andrea nya.

11 Juni 2019 sekitar jam 10.00 WIB, kita bersiap siap untuk lanjut perjalanan. Kali ini tujuannya adalah Camp 7, hampir sama dengan cerita kemaren sore, selalu saja aku diposisi terbelakang dan sendiri lagi. Beberapa saat sih masih bersama Riji melewati Camp 4 sekitar 1 jam, lanjut ke Camp 5 selama 45 menit.

Dari camp 5 hingga ke Camp 7 kayaknya si Riji udah gak sabaran pengen sampai dan beristirahat jadi aku ditinggalin lagi, tapi untung kali siang ya. setelah melewati camp 4, 5, dan 6 yang begitu panjang sampailah kita di camp 7 sekitar jam pukul 13.00 WIB.
Karena jalur pendakian Gunung Raung via Kalibaru ini tidak terdapat sumber air, maka sengaja sebelum berangkat kemaren kita menggunakan jasa porter air untuk mengangkut air dari Pos 1 hingga Camp 7, nah kalo untuk biaya nya sendiri sih berkisar 300 – 350 ribu per 15 liter air temen – temen. Dan air yang ditunggu tunggu udah dari pagi tadi sampainya, bapak yang nganterin malah lebih duluan dari pada kami, padahal berangkatnya duluan kami.

Sesampainya di Camp 7 kita lansung dirikan tenda, bongkar carrier, cari makanan buat di makan. Sambil menikmati indahnya pemandangan di Camp 7 kita sempatin update di social media, karena di Camp 7 ada yang namanya pondok Rasta, tempatnya para pemuja sinyal pada nongkrong.

Katanya sih di Camp 7 ini kita bisa liat sunset yang sangat indah, akan tetapi pada saat itu kabut turun dengan sangat tebal pula, hingga memupuskan harapan dan angan kami untuk menikmati keindahan alam itu dan tiba – tiba malam hahaha.
Wayahe wayahe summit attack direncanakan mulai pada pukul 01.00 WIB, realita nya kita mulai gerak dari Camp 7 pada pukul 02.00 WIB, biasa jam karet. Dari Camp 7 ke Camp 8 treknya sih gila banget, naik turun dipinggiran tebing curam dalam kegelapan. Nanjak tanpa ampun, ibaratnya dengkul ketemu jidat ya disini emang nguras tenaga banget. Setelah ngelewatin camp 8, kita kemudian lanjut jalan ke Camp 9.
Sebelum sampai di Camp 9, disini sisi kemanusiaan kami di uji. Kami bertemu tim pendaki yang hendak turun dari puncak dengan kondisi kedinginan parah dan salah satunya anak kecil dan ibu – ibu yang mengalami keram pada bagian perut. Waduhh perjalan kami terhenti sejenak untuk sedikit memberi pertolongan kepada tim tersebut. Sebenarnya pada waktu aku sempat kesal dengan guide yang membawa rombongan ini sampai begitu tega meninggalkan tamunya begitu saja, dan tertidur pulas di Camp 7 “Anying”. Kami memberikan bantuan sebisa mungkin untuk memperbaiki kondisi tim tersebut agar tidak kedinginan, dengan membungkus si ibu dengan alumunium foil, dan meninggalkan sedikit makanan dan minuman. Setelah minum beberapa saat kemudian si ibu tiba – tiba??? Pingsan. Pikiranku lansung berkecamuk bahkan aku sampai berfikir kalau ibu tersebut telah menggal. Bagaimana tidak, mereka telah melakukan summit attack sore kemarennya dan hingga pagi kami naik ke puncak mereka belum juga turun dan kondisinya hanya berselimutkan satu SB untuk 4 orang. Tapi kata si bapak tidak apa –apa, dia hanya pingsan dan menyuruh kami untuk melanjutkan perjalanan. Sungguh sangat disayangkan mereka yang hanya mengandalkan kemauan untuk mendaki gunung, tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi ketika mereka tidak paham dengan bahaya pendakian dan penanggulangannya.
Dengan pikiran yang belum tenang kami melanjutkan perjalanan ke Camp 9 yang tidak jauh dari tempat kami berjumpa dengan tim pendaki tadi. Sampailah kami di Camp 9 dengan ketinggian 3028 mdpl pada pukul 05.15 WIB.

Jarak dari Camp 9 ke puncak bendera cuma butuh waktu 10 menit. Sebelum lanjut naik, kami mempersiapkan peralatan pemanjatan replicarolex terlebih dahulu. Dan puncak bendera dihadapanmu kawan…!!!

Eitss jangan seneng dulu, tujuan kita itu ke puncak sejati CUYY. Ngelewatin jembatan sirotol mustakim, dan naik ke puncak sejati. Nah ini lah perjalanan sebenernya. dimana kalian harus tetap fokus sama langkah kaki kalian, karena di kanan kiri kalian ada jurang yang cukup dalam. Kalian juga harus ngikutin panduan dari guide kalian. webbing dan carrabinner jadi alat yang penting disini. Batu batu yang kalian injak pun harus di perhatiin ya gengs, jangan sampai salah ambil langkah.

Setelah perjalanan cukup panjang kita sampai puncak sejati kurang lebih jam 10.00 WIB bayangin !!!! dari Camp 7 start jam 02.00 WIB dini hari, sampai di puncak sejati jam 10 siang. Huhuhu kebayangkan jauhnya. Sumpah ini bener bener perjalanan paling gila sih menurutku.


Diatas nggak cuma puncak sejati loh, tapi ada puncak tusuk gigi yang view nya gak kalah indah sih. Nah setelah kita puas berfoto di puncak sejati dan puncak tusuk gigi, kita mutusin buat turun. Perjalanan turun dari puncak sejati sampai puncak bendera sih aman aman saja yaaa. Kemudian turun dari puncak bendera, lanjut ke Camp 7. Masak, makan, bongkar camp, packing, yahh seperti orang yang mau pulang biasa. Mulai gerak turun pukul 17.30 WIB dari Camp 7 dan sampai di Pos 1 pukul 23.30 WIB. Tentu dengan jalan yang sama panjangnya haaaaaaaaaa…………
Jadi perjalananku kali ini dalam melakukan pendakian di Gunung Raung mengabiskan waktu selama 3 hari 3 malam dan itu sangat melelahkan banget.
Semoga bermanfaat dan bisa menjadi bahan bacaan untuk temen – temen semua jika terdapat kata – kata yang tidak berkenan mohon di maafkan.
Salam Lestari…!!!
Artikel by : Mahendra Widiawan (GBC/XVI/103)
”Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung”
Soe Hok Gie